Barangkali memang ada beberapa hal yang sengaja kita biarkan
mengendap untuk menjaga perasaan atau hal-hal yang tidak kita
persiapkan. Kita, tepatnya aku, sedang dalam pencaharian tentang kita,
tentang apa dan bagaimana kita? Mungkin kamu bisa membantuku menjawab
apa arti kita bagimu? Sebab aku kehabisan ide mengartikan kita. Kita
saling mencari ketika butuh, tapi kita lupa bahwa saling membutuhkan
dapat menjadi alasan seseorang untuk berhenti mencari.
Lagi-lagi banyak pertanyaan di kepala, kepalaku ini rumit tapi kamu
mampu menerjemahkannya. Cukup semarak cerita yang kita bagi, tentang
malam dan bintang-bintang pemalu, tentang keterasingan kita pada masa
lalu. Masa yang tak pernah mampu kita tuju tapi pahitnya masih jelas
kita kecap. Seluruh isi kepala kita yang bahkan belum sepenuhnya kita
jelajahi, kita tak pernah tahu apa yang kita mau.
Kamu haus, mari istirahat sebentar. Sambil kuceritakan satu kisah padamu, tentang seseorang yang lupa merasa, dibunuhnya beberapa mimpi, dijalaninya hari-hari tanpa ambisi. Hanya jalan, tapi dia tahu, setiap mimpi yang dibunuh akan lahir kembali, lebih besar, lebih kuasa –sebab dia percaya pada reinkarnasi. Lalu tiba satu ketika, kala seseorang datang, terluka sama parah hingga membuatnya iba. Baginya yang pernah jatuh, amat sakit ketika jatuh tapi tak ada yang memapah. Untuk itu dia memapah orang itu berdiri, berjalan menelusuri meter, kilo hingga orang tersebut kembali tegak berdiri. Sebagai gantinya, dia yang kembali jatuh, hatinya jatuh.
Tapi dia sadar sekali bahwa jatuh cinta itu tidaklah sakit, sebab hanya tindakan pribadi, keinginan memiliki dan dicintai lah yang berpotensi melukai. Sayangnya, dia merasakan keduanya, tidak ada yang biasa sejak seseorang itu mengisi kepalanya. Kepalanya yang penuh itu diacak-acak, logikanya, akal sehatnya mengambang, kepalanya dibanjiri seseorang. Sekali lagi, ini bahaya bagi orang yang lupa caranya merasa –atau letih merasa.
Sayangnya seseorang itu belum tahu atau barangkali tahu tapi sengaja menutupi. Sedangkan dia pun memilih diam, padahal isi kepalanya sudah berontak ingin keluar. Kamu mungkin mengerti rasanya menahan diri ketika kepalamu amat penuh. Sakitnya pindah ke dada. Tapi lagi-lagi, beberapa hal memang sebaiknya dibiarkan berlalu begitu saja. Kamu mungkin bertanya lalu bagaimana seseorang itu? Seseorang itu ada dihadapannya sekarang. Aku sebagai dia dan kamu sebagai seseorang itu. Barangkali memang cukup seperti ini, cukup untuk kita sama-sama sadar bahwa kita saling membutuhkan. Aku membutuhkanmu lebih dari sekadar tubuh, aku membutuhkanmu yang tabah menyikapiku. Itu saja cukup, bagiku.
Kita memang tak mampu mengulang waktu, tapi karenamu aku semakin bijak memanfaatkan ingatan untuk setidaknya merekamnya dalam-dalam dalam kepala. Aku senang, semoga kamu pun begitu.
Kamu haus, mari istirahat sebentar. Sambil kuceritakan satu kisah padamu, tentang seseorang yang lupa merasa, dibunuhnya beberapa mimpi, dijalaninya hari-hari tanpa ambisi. Hanya jalan, tapi dia tahu, setiap mimpi yang dibunuh akan lahir kembali, lebih besar, lebih kuasa –sebab dia percaya pada reinkarnasi. Lalu tiba satu ketika, kala seseorang datang, terluka sama parah hingga membuatnya iba. Baginya yang pernah jatuh, amat sakit ketika jatuh tapi tak ada yang memapah. Untuk itu dia memapah orang itu berdiri, berjalan menelusuri meter, kilo hingga orang tersebut kembali tegak berdiri. Sebagai gantinya, dia yang kembali jatuh, hatinya jatuh.
Tapi dia sadar sekali bahwa jatuh cinta itu tidaklah sakit, sebab hanya tindakan pribadi, keinginan memiliki dan dicintai lah yang berpotensi melukai. Sayangnya, dia merasakan keduanya, tidak ada yang biasa sejak seseorang itu mengisi kepalanya. Kepalanya yang penuh itu diacak-acak, logikanya, akal sehatnya mengambang, kepalanya dibanjiri seseorang. Sekali lagi, ini bahaya bagi orang yang lupa caranya merasa –atau letih merasa.
Sayangnya seseorang itu belum tahu atau barangkali tahu tapi sengaja menutupi. Sedangkan dia pun memilih diam, padahal isi kepalanya sudah berontak ingin keluar. Kamu mungkin mengerti rasanya menahan diri ketika kepalamu amat penuh. Sakitnya pindah ke dada. Tapi lagi-lagi, beberapa hal memang sebaiknya dibiarkan berlalu begitu saja. Kamu mungkin bertanya lalu bagaimana seseorang itu? Seseorang itu ada dihadapannya sekarang. Aku sebagai dia dan kamu sebagai seseorang itu. Barangkali memang cukup seperti ini, cukup untuk kita sama-sama sadar bahwa kita saling membutuhkan. Aku membutuhkanmu lebih dari sekadar tubuh, aku membutuhkanmu yang tabah menyikapiku. Itu saja cukup, bagiku.
Kita memang tak mampu mengulang waktu, tapi karenamu aku semakin bijak memanfaatkan ingatan untuk setidaknya merekamnya dalam-dalam dalam kepala. Aku senang, semoga kamu pun begitu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar